Welcome

SELAMAT DATANG-AHLAN WA SAHLAN - SUGENG RAWUH - WELCOME to my blog https://www.masjiddesajunwangi.blogspot.com/ TERIMA KASIH-SYUKRON-MATUR NUWUN-THANK YOU
Copyright#SPPMJJ@2021

Minggu, 27 Mei 2018

ISTIGHOTSAH KE 65

ISTIGHOTSAH KE 65
Istighotsah SEMAR no 3.65 telah dilaksanakan pada hari Selasa Wage, 20-03-2018 dengan imam tokoh agama dari dusun KWANGEN. Hadir sekitar 20 peserta dari dusun lain yaitu  KENEP, JUNWATU, BABADAN SAMBEN, BABADAN BUNDER.

PELAKSANAAN KEGIATAN
dimulai pukul 19.30 s.d 22.00

LOKASI KEGIATAN :
Tengah Masjid
0. PRA ACARA
 KHUSUSON AHLI QUBUR : BPK. H.SAMAD, H.MUFID
1. ACARA

1. ISTIGHOTSAH
  • ISTIGHOTSAH :Sdr. FAISOL
  • YASIN : H. SAMAD
  • TAHLIL : H. SAMAD
  • DOA : H. SAMAD
2. RISMA (REHAT, INFORMASI, SHARING, MAJELIS TA'LIM)
  • REHAT : hidangan ala kadarnya oleh KASUN KWANGEN BP. YANI PURWANTO.
  • INFORMASI :
    • SEKRETARIAT :
      • Sekretariat sedang menindaklanjuti hasil pertemuan dengan Pemerintah Desa Junwangi yaitu menyusun Proposal dalam bahasa Inggris & Arab untuk donatur dari Luar Negeri. Dimohon kepada peserta jama'ah barangkali memiliki relasi donatur di luar negeri untuk menyampaikan proposal tersebut.
      • Dokumentasi kegiatan tahun 2016 sudah selesai dan akan diupload ke youtube, blog dan media sosial laiinya agar dapat dilihat netizen sebagai realisasi amanah dalam pembangunan masjid jami' desa Junwangi.
    • BENDAHARA  :
      • Ucapan terima kasih
      • Pemasukan dari khususon                                               
      • Pemasukan dari donatur                                                  
      • Pemasukan dari KOTAK AMAL UTAMA 
      • Saldo Akhir  
      •  Laporan rinci akan disampaikan di Buletin Al Jamii' Edisi Maret 2018.
    •   INFORMASI PEMBANGUNAN :
  • Pembangunan 14 tiang utama sudah hampir selesai
  • Persiapan pengedekan serambi
MAJELIS TA'LIM
Majelis ta'lim malam membahas 2 hal yaitu :

1. Keagungan Hari Jumat Pada Bulan Rajab dalam Kitab Duratun Nashihin

Jumat Pertama Bulan RajabDiriwayatkan dalam kitab Duratun Nashihin, bahwa Abu Bakar ra. Berkata,“Apabila telah lewat 1/3 malam Jumat pertama bulan Rajab, para malaikat yang di langit dan di bumi berkumpul di sisi Ka’bah. Lalu Allah berfirman kepada mereka,’Hai para malaikat-Ku, mintalah apa yang kamu inginkan.’ Para malaikat menjawab,’Ya Rabb, kami menginginkan untuk orang-orang yang shaum Rajab, agar Engkau beri ampunan.’ Allah menjawab,’Hai para malaikat-Ku, demi keperkasaan-Ku dan ketinggian-Ku, sungguh mereka telah Kuampuni.'” (Duratun Nashihin I:162)

Setiap Malam Jumat Bulan Rajab
Pada setiap malam Jumat bulan Rajab para malaikat berkumpul di belakang gunung Qaf. Di sana terdapat sebuah bumi berwarna putih seperti perak, luasnya tujuh kali dunia ini. Para malaikat memenuhi tempat itu dengan begitu padat, seandainya ada sebatang jarum jatuh ke sana, pasti akan mengenai mereka. Para malaikat semuanya memgang bendera yang bertuliskan “Laa ilaha illallah Muhammadur Rasulullah”.
Mereka duduk tawadhu (merendahkan diri), memohonkan keselamatan bagi umat Nabi Muhammad saw. kepada Allah dan berdoa sampai waktu subuh tiba dengan doa: “Ya Tuhan kami, kasihanilah umat Muhammad, janganlah Engkau siksa mereka.” Allah SWT menjawab,”Sungguh mereka telah Aku ampuni.” (Duratun Nashihin I:162)

Mengagungkan Rajab Dengan Memperbanyak Ibadah di Dalamnya (Ahli Rajab)Pada bulan Rajab, hendaklah kita memperbanyak shalat malam, istighfar dan taubat, membaca shalawat, shaum sunnat Rajab serta ibadah lainnya. Kelak, siapa saja yang mengerjakan karena mengharapkan ridha Allah, akan melintasi jembatan Shiratal Mustaqim seperti kilat yang menyambar.
Rasulullah saw. bersabda, “Bila datang hari Kiamat, maka ada suara yang memanggil:’Dimana para Ahli Rajab?’ Maka memancarlah sinar, kemudian disusul oleh para malaikat yang diikuti oleh para Ahli Rajab, dan mereka semua melewati jembatan Shiratal Mustaqim seperti halilintar yang menyambar. Selanjutnya mereka sujud kepada Allah karena bersyukur telah mampu (selamat) melintasi jembatan Shiratal Mustaqim. Maka Allah Ta’ala berfirman: ‘Wahai para Ahli Rajab, angkatlah kepala kalian pada hari ini disebabkan kalian telah bersujud di dunia pada bulan-Ku (Rajab). Pergilah ke tempat kalian masing.'” (Duratun Nashihin I:165-166)
Amalan Yang Dianjurkan selama Bulan Rajab
Menurut kitab Duratun Nashihin, amalan yang sebaiknya kita kerjakan selama Rajab adalah:
  • Taubat dan Istigfar
  • Memperbanyak bershalawat
  • Bertasbih
  • Membaca doa di bulan Rajab
  • Shalat malam di bulan Rajab
  • Shalat Fardhu berjamaah
  • Membaca QS.Al-Ikhlas setiap hari selama Rajab
  • Shaum sunah bulan Rajab
  • Membaca Tahlil (Laa ilaha illallah)

.2. HADITS tentang sifat Munafiq

 HADITS 1
Shahih Muslim
-Imam Muslim-
Kitab Iman
Bab 21: Menjelaskan tanda-tanda munafik
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ وَقُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَاللَّفْظُ لِيَحْيَى قَالَا حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ قَالَ أَخْبَرَنِي أَبُو سُهَيْلٍ نَافِعُ بْنُ مَالِكِ بْنِ أَبِي عَامِرٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ
Hadis riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu , ia berkata:Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Ada tiga tanda orang munafik; apabila berbicara ia berbohong, apabila berjanji ia mengingkari dan apabila dipercaya ia berkhianat
Hadits marfu'

HADITS 2
Shahih Muslim
-Imam Muslim-
Kitab Iman
Bab 21: Menjelaskan tanda-tanda munafik
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ نُمَيْرٍ ح و حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ ح و حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُرَّةَ عَنْ مَسْرُوقٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا وَمَنْ كَانَتْ فِيهِ خَلَّةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيهِ خَلَّةٌ مِنْ نِفَاقٍ حَتَّى يَدَعَهَا إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ
 غَيْرَ أَنَّ فِي حَدِيثِ سُفْيَانَ وَإِنْ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْ النِّفَاقِ
Hadis riwayat Abdullah bin Amru Radhiyallahu 'anhu , ia berkata:Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda: Ada empat sifat yang bila dimiliki maka pemiliknya adalah munafik murni. Dan barang siapa yang memiliki salah satu di antara empat tersebut, itu berarti ia telah menyimpan satu tabiat munafik sampai ia tinggalkan. Apabila berbicara ia berbohong, apabila bersepakat ia berkhianat, apabila berjanji ia mengingkari dan apabila bertikai ia berbuat curang
Hadits marfu'
Teks Hadits
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاث إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَ إِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَ إِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ
“Tanda orang munafik itu tiga apabila ia berucap berdusta, jika membuat janji berdusta, dan jika dipercayai mengkhianati” 

(HR Al-Bukhari, Kitab Iman, Bab Tanda-tanda Orang Munafik, no. 33 dan Muslim, Kitab Iman, Bab 

Penjelasan Sifat-Sifat Orang Munafik,
Menurut riwayat lain,
وِ إِنْ صَامَ وَ صَلَّى وَ زَعَمَ أَنُّه مُسْلِمٍ
“Dan apabila ia mengerjakan puasa dan shalat, ia menyangka bahwa dirinya seorang muslim”
(HR Muslim, Kitab Iman, Bab Penjelasan Sifat-Sifat Orang Munafik, no. 59).
Penjelasan Hadits
Nifak atau pelakunya disebut munafik merupakan salah satu penyakit yang sangat berbahaya. Jika tidak ditangani sesegera mungkin akan mengakibatkan penderitanya binasa. Penyakit ini adalah penyakit yang amat menjijikkan dan mengakibatkan  penyimpangan yang amat buruk. Seorang mulim sejati tentu sangat mewaspadai penyakit akut ini, hanya saja terkadang ia tidak menyadari bahwa ternyata ia telah terjangkit penyakit ini, terutama nifak yang bersifat lahiriah.
Apa itu nifak? Sebagaimana yang dikatakan Ibnu Katsir, nifak adalah menampakkan kebaikan dan menyembunyikan keburukan. Sementara itu, Ibnu Juraij mengatakan, “Orang munafik ialah orang yang omongannya menyelisihi tindak-tanduknya, batinnya menyelisihi lahiriahnya, tempat masuknya menyelisihi tempat keluarnya, dan kehadirannya menyelisihi ketidakadaannya” (‘Umdah At-Tafsir I/78).
Awal Kemunculan Orang-Orang Munafik
Dalam sejarah Islam, sifat munafik baru muncul setelah hijrah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Makkah ke Madinah, tepatnya setelah peristiwa perang Badar. Saat itu di Makkah belum dijumpai orang-orang munafik. Yang ada justru sebaliknya, yaitu ada sejumlah orang yang menampakkan kekufuran karena acaman-ancaman yang menghujam namun sejatinya pada sanubarinya mukmin.
Seperti yang telah diketahui bersama, bahwa ketika di Makkah orang-orang mukmin masih terbilang sedikit, sementara orang-orang kafir mendominasi, sehingga seakan kaum mukmin nampak lemah. Situasi ini berubah drastis ketika Allah mengizinkan kaum mukmin berhijrah dari kampung halaman mereka di Makkah menuju Madinah yang saat itu sudah banyak pula orang yang memeluk agama Islam berkat –setelah taufiq Allah- delegasi-delegasi yang Nabi utus ke Madinah sebelumnya, seperti Mush’ab bin ‘Umair, untuk mendakwahkan Islam. Di kota inilah orang-orang beriman mulai nampak jaya dan berwibawa di mata seluruh dunia serta dipertimbangkan keberadaanya. Di masa ini pun belum ada orang-orang munafik.
Kejayaan ini semakin nampak jelas setelah peristiwa perang Badar antara orang-orang beriman melawan orang-orang kafir yang dimenangkan orang-orang beriman. Dengan demikian, Allah benar-benar meninggikan syiar Islam dan pemeluknya. Mulai saat itulah orang-orang kafir berpura-pura memeluk Islam, padahal hati mereka menyembunyikan kekufuran. Inilah yang disebut orang-orang munafik.
Tentang mereka, Allah berfirman (yang artinya), “Apabila mereka menjumpai orang-orang mukmin, mereka berkata, ‘Kami telah beriman.’ Namun jika mereka menyendiri beserta dedengkot-dedengkotnya, mereka berkata, ‘Sesungguhnya kami di pihak kalian. Hanya saja kami hendak mengolok-olok kaum mukmin.’ Allah akan mengolok-olok mereka dan menelantarkan mereka dalam kedurhakaan, sedangkan mereka dalam keadaan bimbang” (QS: 2: 14-15).
“Apabila orang-orang munafik mendatangimu (Muhammad), mereka akan berkata, ‘Kami bersaksi bahwa sesungguhnya engkaulah utusan Allah.’ Dan Allah mengetahui bahwa engkau adalah utusan Allah. Dan Allah bersaksi bahwa orang-orang munafik itu pendusta” (QS: 60: 1).
Kemunafikan ini semakin menjadi-jadi setelah masa berlalu. Bahkan Imam Malik pernah berkata, “Nifaq di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam itu zindiq di masa kita sekarang” (Dalil Al-Falihin II/494).
Dalam Kitab At-Tauhid hlm. 20, Syaikh Shalih Al-Fauzan mengatakan, “Orang-orang munafik itu akan terus ada sepanjang masa. Apalagi tatkala kekuatan Islam nampak dan mereka benar-benar tidak bisa mengalahkannya. Saat itulah mereka memeluk Islam dengan tujuan memasang makar buat Islam dan orang-orang Islam dalam hati mereka.”
Apa yang dikatakan Syaikh Shalih di atas memang benar-benar terjadi. Berapa banyak kita jumpai manusia yang mengaku dirinya muslim namun gerak-geriknya selalu mendukung langkah pihak-pihak kafir. Pernyataan-pernyataannya selalu menguntungkan orang-orang kafir dan menyakiti hati kaum muslimin.
Macam-Macam Nifak
Ketahuilah, bahwa nifak itu ada dua macam, yaitu nifak kecil dan nifak besar. Nifak kecil ialah berperilaku sebagaimana perilaku orang-orang munafik, seperti yang tersebut dalam hadits di atas, dengan tetap ada iman dalam hati. Nifak jenis ini tidak menyebabkan pelakunya keluar dari agama, namun termasuk sarana menuju kekufuran. Jika perilaku-perilaku tersebut terus ia lakukan, tidak menutup kemungkinan ia akan terjerembab dalam kemunafikan. Wal’yadzubillah.
Dalam hadits di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan tiga sifat nifak, yaitu suka berdusta dalam berucap, ingkar janji, dan berkhianat padahal sudah diberi kepercayaan.
Salah satu sifat di atas yang kiranya mendesak kita kupas –meski yang lain juga penting- ialah sifat khianat yang merupakan lawan daripada amanah yang dewasa ini banyak diterlantarkan.
Orang munafik jika diberi amanah harta akan menyelewengkannya, padahal Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Allah memerintah kalian agar mengembalikan amanah pada pemiliknya” (QS: 3: 58).
Amanah di sini mencakup banyak artian yang semuanya harus dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab, tidak malah bertindak khianat. Di antara amanah yang Allah bebankan pada seluruh hamba-Nya yaitu senantiasa menjalankan agama ini. Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Kami telah tawarkan amanah kepada langit, bumi, dan gunung namun semuanya enggan menerimanya dan takut darinya. Namun manusialah yang justeru memikulnya. Sesungguhnya manusia itu banyak bertindak aniaya dan jahil” (QS: 33: 72).
Di antara bentuk amanah lain ialah jabatan yang bersifat politik, dari mulai pejabat RT, kepada desa, bupati, hingga kepresidenan.  Mereka bertanggungjawab melaksanakan amanah yang besar ini tanpa diperkenankan menyelwengkannya. Jika ada dana yang seharusnya disalurkan untuk kepentingan masyarakat, maka tidak selayaknya dialihkan untuk kepentingan pribadi. Kemudian setelah tercium tidak-tanduknya, mulai mengeluarkan jurus andalan, lempar batu sembunyi tangan. Saling menyalahkan dan saling mengancam akan memongkar rahasia kejahatan masing-masing orang yang turut serta bersamanya.
Pejabat pemerintahan juga bertanggungjawab atas keamanan dan kemaslahatan masyarakat serta sejumlah tanggungjawab lainnya yang tidak bisa diremehkan. Seorang pejabat itu mestinya bertindak sebagai pelayan masyrakat, bukan malah merasa sebagai orang besar yang harus dihormati. Oleh karena itu, memegang tambuk kepemimpinan itu tidak mudah apalagi di negera besar seperti Indonesia. Tentu mengurus negara ini tidak semudah mengurus rumah tangga. Jika para pejabat tidak menunaikan amanah dengan baik padahal sudah dipercayai rakyat, bagaimana jika kelak di hari kiamat para pejabat itu dituntut oleh rakyat yang dahulu mempercayakan amanah pada mereka. Celakalah ia.
Jika orang yang menerima amanah tersebut adalah seorang mukmin yang betul-betul komitmen dengan keimanannya, tentu tindakan-tindakan rendahan semisal penyelewengan dana dan korupsi tidak akan pernah terjadi. Sebab, semakin kita dapati ada orang yang selalu menunaikan kewajiban dengan sempurna, maka berarti orang tersebut memiliki iman yang kuat. Sebaliknya, jika ada orang sembrono berbuat khianat, maka ketahuilah bahwa imannya sedang dalam bahaya. Minimal, imanya lemah. Jika ada orang yang merasa tubuhnya lemas saja segera mencari solusi agar dapat menguatkan stamina tubuhnya, tentu iman pun harus diperhatikan lebih ketat lagi jangan sampai loyo. Jika sampai lobet, maka kebinasaanlah baginya.
Selanjutnya nifak jenis kedua ialah nifak besar atau nifak yang berkaitan dengan keyakinan, yaitu apabila seseorang menampakkan keimanan dan keislaman namun menyembunyikan kekufuran dalam hati. Nifak jenis inilah yang ada di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ayat-ayat Al-Quran diturunkan mencela dan mengkafirkan mereka serta mengabarkan bahwa orang yang memiliki sifat ini akan dikembalikan ke dalam kerak api neraka.
Allah beefirman (yang artinya), “Sesungguhnya orang-orang munafik itu akan dicampakkan ke dalam kerak neraka dan kamu tidak akan melihat mereka memperoleh penolong” (QS: 4: 145).
Nifak ini pun ada enam macam:
  • Mendustakan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
  • Mendustakan sebagian ajaran yang dibawa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
  • Membenci Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
  • Membenci sebagian ajaran Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam, seperti membenci jenggot, celana di atas mata kaki, poligami, dan lainnya.
  • Merasa gembira jika melihat agama Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang dalam kondisi mundur
  • Merasa sempit dada jika melihat agama Islam jaya. (Lihat Kitab At-Tauhid Syaikh Shalih Al-Fauzan hlm. 21)
Perbedaan Antara Nifak Besar dan Nifak Kecil
Antara nifak besar dan nifak kecil terdapat sejumlah perbedaan, yang paling mencolok ialah nifak besar dapat mengeluarkan pelakunya dari Islam, sementara nifak kecil tidak.
  • Nifak besar menggugurkan seluruh amalan pelakunya, sedangkan nifak kecil tidak.
  • Nifak besar berhubungan dengan perbedaan antara lahir dan batin dalam hal akidah, sedangkan nifak kecil berkaitan dengan perbedaan antara lahir dan batin dalam masalah perbuatan yang tidak ada sangkutpautnya dengan akidah.
  • Nifak besar menyebabkan pelakunya kekal di neraka, sedangkan nifak kecil tidak demikian.
  • Nifak besar tidak akan muncul dari seorang mukmin, sedangkan nifak kecil terkadang timbul dari orang mukmin.
  • Ghalibnya, orang yang terserang nifak besar tidak akan bertobat. Kalau toh bertaubat, secara lahiriah diperselisihkan statusnya, apakah diterima taubatnya atau tidak lantaran perkara tersebut sulit dibedakan karena pelakunya selalu menampakkan keislaman. (Lihat: Kitab At-Tauhid hlm. 22 dan Nur Al-Iman wa Zhulumat An-Nifaq hlm. 41)
Menjauhi Sifat Nifak
Melihat bahayanya sifat nifak ini, hendaknya seorang mukmin berusaha semaksimal mungkin memasang jarak dari sifat nifak,  baik nifak besar maupun kecil. Adalah para shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang shalih sangat mengkhawatirkan terjangkit penyakit hati yang satu ini. Sampai-sampai Abu Ad-Darda’ setiap habis shalat selalu minta perlindungan kepada Allah dari sifat nifak. Kebiasaan ini pun membuat orang bertanya pada beliau, “Ada apa antara engkau dengan nifak?” “Jauhi kami. Demi Allah, sesungguhnya seseorang bisa saja agamanya berubah dalam sesaat sehingga ia terlepas darinya,” jawab Abu Ad-Darda’ radhiyallahu ‘anhu.
Huzhaifah bin Al-Yaman adalah seorang pemegang rahasia Nabi. Beliau pernah diberi tahu nabi nama-nama orang munafik. Oleh sebab itu, karena Umar bin Al-Khattab amat sangat khawatir terhadap sifat nifak, beliau memberanikan diri bertanya pada Huzhaifah apakah Nabi mengkategorikannya sebagai orang munafik, maka Huzhaifah pun menjawab, “Tidak. Setelahmu, aku tidak mau lagi memberi rekomendasi.”
Dikisahkan bahwa sebagian sahabat biasa berdoa, “Ya Allah, sesungguhnya hamba memohon perlindungan dari khusyuknya nifak.” Ada yang bertanya, “Apa yang dimaksud khusyuk nifak?” Jawabnya, “Tubuh yang terlihat khusyu’ namun ternyata hati tidak.”
Ibnu Abi Malikah pernah mengatakan, “Aku telah menjumpai tiga puluh sahabat Nabi, seluruhnya takut akan nifak. Tidak ada seorang pun di antara mereka yang mengatakan, bahwa dirinya memiliki iman seperti imannya Jibril dan Mikail.
Al-Hasan Al-Bashri mengatakan, “Tidak ada orang merasa aman dari sifat nifak kecuali orang munafik dan tidak ada orang yang merasa khawatir terhadapnya kecuali orang mukmin.”
Beberapa Tips Agar Terhindar dari Sifat Nifak
Agar seorang mukmin dapat terjaga dari sifat nifak ini, Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid dalam Mufsidat Al-Qalb: An-Nifaq hlm. 47-52 memberikan beberapa tips yang sebaiknya dilakukan:
  • Bersegera melaksanakan shalat jika waktunya telah tiba dan berusaha mendapatkan takbiratul ihram imam shalat jamaah di masjid. Hal ini mengingat hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang menunaikan shalat berjama’ah selama 40 dengan memperoleh takbiratul ihram imam, maka ia akan ditetapkan terbebas dari dua hal, yakni terbebas dari neraka dan terbebas dari kenifakan” (HR At-Tirmidzi).
  • Berakhlak baik dan memperdalam agama. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada dua sifat yang tidak akan pernah tergabung dalam hati orang munafik: perilaku luhur dan pemahaman dalam agama” (HR At-Tirmidzi).
  • Bersedekah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sedekah merupakan bukti” (HR Muslim). Bukti di sini maksudnya bukti akan keimanan. Oleh karena itu, orang munafik tidak suka bersedekah karena tidak adanya iman yang mendasarinya.
  • Menghidupkan shalat malam. Adalah Qatadah pernah berkata, “Orang munafik itu sedikit sekali shalat malam.” Hal tersebut karena orang munafik hanya akan semangat beramal jika ada orang yang menyaksikannya. Jika tidak ada, maka motifasi untuk beramal shalih pun tiada. Maka jika ada seorang hamba mendirikan shalat malam, maka itu menjadi bukti bahwa dalam dirinya tidak ada sifat nifak dan menjadi bukti keimanannya yang benar.
  • Jihad di jalan Allah, Imam Muslim menceritakan dari Abu Musa Al-Asy’ari, Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang mati dalam keadaan tidak pernah berperang dan tidak pernah terbetik dalam dirinya, maka ia mati di atas cabang kemunafikan.” An-Nawawi menjelaskan, “Maksudnya, siapa yang melakukan hal ini, maka ia dianggap telah menyerupai orang-orang munafik yang tidak melaksanakan jihad.”
  • Memperbanyak zikir, Ka’b menyatakan, “Orang yang memperbanyak zikir, akan terlepas dari sifat nifak.” Sedangkan Ibnul Qayyim menulis, “Sejatinya banyak zikir merupakan jalan aman dari kemunafikan. Sebab, orang-orang munafik sedikit berzikir. Allah berfirman tentang orang-orang munafik, ‘Dan mereka tidak berzikir kecuali sedikit.’ (QS: 3: 142)” Sebagian sahabat pernah ditanya, “Apakah sekte Khawarij itu munafik?” Maka dijawablah, “Tidak. Orang munafik itu sedikit berzikir.”
  • Berdoa, Hal ini sebagaimana riwayat dari Abu Ad-Darda’ di atas.
  • Mencintai sahabat anshar. Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Tanda keimanan ialah mencintai kaum anshar, sedangkan tanda kemunafikan adalah membenci kaum anshar” (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Mudah-mudahan Allah Ta’ala menjauhkan kita semua dari sifat kemunafikan ini dan segala sifat buruk yang melemahkan iman dan agar kita diwafatkan di atas cahaya keimanan.


HADITS 3
Shahih Bukhari
-Imam Bukhari-

Berikut ini matan (redaksi) Hadits Shahih Bukhari ke-33:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ
Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi SAW bersabda, "Tanda-tanda orang munafik ada tiga: jika berbicara ia berbohong, jika berjanji ia mengingkari, dan jika diberi amanah ia berkhianat"

Penjelasan Hadits
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ
Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi SAW bersabda, "Tanda-tanda orang munafik ada tiga:

Hadits ini adalah hadits yang sangat populer, sekaligus hadits yang sangat penting untuk memperingatkan kita agar waspada terhadap kemunafikan; jangan sampai penyakit itu menjangkiti kita.

Munafik (المنافق) artinya adalah orang yang nifaq (النفاق). Nifaq secara bahasa berarti ketidaksamaan antara lahir dan batin. Jika ketidaksamaan itu dalam hal keyakinan, hatinya kafir tetapi mulutnya mengatakan beriman, maka ia termasuk nifaq i'tiqadi. Pada zaman Rasulullah SAW, di Madinah ada munafik-munafik jenis ini dengan gembongnya bernama Abdullah bin Ubay bin Salul. Nifaq jenis ini seperti firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah :
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ آَمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَمَا هُمْ بِمُؤْمِنِينَ

Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian," pada hal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. (QS. Al-Baqarah : 8)

Karena kemunafikan itu masalah hati yang tersembunyi, maka tidak seorangpun yang bisa memastikan seseorang itu munafik atau bukan. Bahkan sahabat sekaliber Umar bin Khatab pun tidak mengetahuinya. Hanya seorang sahabat yang tahu satu per satu orang-orang munafik di Madinah waktu itu. Dialah Hudzaifah Ibnul Yaman. Hudzaifah mengetahui siapa orang-orang munafik karena Rasulullah SAW memberitahukan kepadanya. Itu merupakan salah satu keutamaan Hudzaifah sehingga ia dijuluki pemegang rahasia Rasulullah.

Meskipun tidak dapat diketahui secara pasti, kemunafikan bisa diwaspadai dari tanda-tandanya. Dalam hadits ini Rasulullah SAW menjelaskaskan bahwa tanda-tanda munafik itu ada tiga.

Jika tanda-tanda munafik ini ada pada seseorang, hendaklah orang itu diwaspadai supaya tidak dijadikan pemimpin bagi umat Islam. Namun yang lebih penting, dengan memperhatikan tiga tanda-tanda munafik ini kita mewaspadai diri kita agar jangan sampai kemunafikan hinggap dalam jiwa.

Tanda Munafik yang Pertama
إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ
jika berbicara ia berbohong

Inilah tanda munafik yang pertama; gemar berbohong. Semakin sering berbohong, semakin dekat dengan kemunafikan.

Dalam hadits lain Rasulullah SAW pernah mensifati seorang mukmin. Bahwa mungkin saja seorang mukmin itu penakut, mungkin saja bakhil, tetapi tidak mungkin seorang mukmin itu pembohong.
قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيَكُونُ الْمُؤْمِنُ جَبَانًا فَقَالَ نَعَمْ فَقِيلَ لَهُ أَيَكُونُ الْمُؤْمِنُ بَخِيلًا فَقَالَ نَعَمْ فَقِيلَ لَهُ أَيَكُونُ الْمُؤْمِنُ كَذَّابًا فَقَالَ لَاََََ
Ditanyakan kepada Rasulullah Saw: “Apakah seorang mukmin bisa menjadi penakut?” Beliau menjawab: ‘Ya.” Lalu ditanya lagi: “Apakah seorang mukmin bisa menjadi bakhil?” Beliau menjawab: “Ya.” Lalu ditanyakan lagi: “Apakah seorang mukmin bisa menjadi pembohong?” Beliau menjawab: “Tidak!” (HR. Malik dari Sofwan bin Sulaim dalam Al-Muwatha')

Tanda Munafik yang Kedua
وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ
jika berjanji ia mengingkari

Inilah tanda munafik yang kedua; gemar mengingkari janji. Semakin sering mengingkari janji, semakin dekat dengan kemunafikan. Karenanya, berhati-hatilah dengan janji.

Tanda munafik yang kedua ini tidak lebih mudah dihindari daripada tanda munafik pertama. Sering kali seorang muslim sudah mampu menjaga agar perkataannya benar, menghindari berbohong, tetapi ia masih mudah berjanji padahal ia tahu dirinya sulit memenuhi janji itu. Apalagi jika seseorang menjadi pemimpin; dorongan untuk berjanji biasanya lebih besar. Maka intensitas memberikan janji semakin besar. Lihatlah praktik kampanye di zaman sekarang. Bukankah dalam satu pertemuan saja bisa dicatat sekian banyak janji? Berhati-hatilah.

Tanda Munafik yang Ketiga

وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ
dan jika diberi amanah ia berkhianat

Ini tanda munafik yang ketiga; mengkhianati amanah. Semakin sering dilakukan, semakin dekat dengan kemunafikan. Semakin besar amanah yang dikhianati, semakin jelas tanda kemunafikan. Sekali lagi, meskipun kita tidak bisa memastikan.

Amanah bentuknya bisa bermacam-macam. Bisa jadi ia adalah pekerjaan atau profesi yang di dalamnya ada kewajiban yang seharusnya kita penuhi. Bisa jadi ia adalah kepemimpinan yang dipercayakan kepada kita. Bahkan titipan barang dari orang lain agar kita menjaganya, atau rahasia dari orang lain agar kita menyimpannya, semua itu termasuk amanah.

Maka, marilah kita melakukan introspeksi diri agar tidak terjerumus dalam kemunafikan. Jika selama ini kita kurang komit terhadap kejujuran, mudah mengingkari janji atau menganggap remeh amanah, marilah kita bertaubat dan memperbaiki diri.

Pelajaran Hadits
Pelajaran yang bisa diambil dari hadits ini diantaranya adalah:
1. Munafik adalah orang yang nifaq, antara lahir dan batinnya tidak sama (bertolak belakang). Yang paling parah adalah ketika secara dzahir mengatakan beriman tetapi hatinya kafir ;
2. Meskipun orang munafik tidak dapat diketahui secara pasti, namun tanda-tandanya dapat dikenali;
3. Tanda-tanda orang munafik ada tiga yaitu jika berbicara ia dusta, jika berjanji ia mengingkari dan jika diberi amanah ia berkhianat.

Setelah sharing tentang kjian ini dan masalah pembangunan acara ditutup dengan do'a oleh Ust. A. Suyono dan shalawat.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Populer