PENGERTIAN MASJID MENURUT WIKIPEDIA
Masjid atau mesjid adalah rumah
tempat ibadah umat Muslim.
Masjid artinya tempat sujud, dan mesjid berukuran kecil juga disebut musholla, langgar atau surau. Selain tempat
ibadah masjid juga merupakan pusat kehidupan komunitas muslim. Kegiatan - kegiatan
perayaan hari besar, diskusi, kajian agama, ceramah dan belajar Al Qur'an
sering dilaksanakan di Masjid. Bahkan dalam sejarah Islam, masjid turut
memegang peranan dalam aktivitas sosial kemasyarakatan hingga kemiliteran.
Masjid
berarti tempat beribadah. Akar kata dari masjid adalah sajada di mana sajada
berarti sujud atau tunduk. Kata masjid sendiri berakar dari bahasa Aram. Kata masgid
(m-s-g-d) ditemukan dalam sebuah inskripsi dari abad ke 5 Sebelum Masehi. Kata masgid
(m-s-g-d) ini berarti "tiang suci" atau "tempat sembahan".[1]
Kata
masjid dalam bahasa Inggris disebut mosque. Kata mosque
ini berasal dari kata mezquita[1] dalam bahasa
Spanyol. Dan kata mosque kemudian menjadi populer dan dipakai dalam
bahasa Inggris secara luas.
Sejarah
Menara-menara,
serta kubah masjid yang besar, seakan menjadi saksi betapa jayanya Islam pada kurun
abad pertengahan. Masjid telah melalui serangkaian tahun-tahun terpanjang di
sejarah hingga sekarang. Mulai dari Perang
Salib sampai Perang Teluk. Selama lebih dari 1000 tahun pula,
arsitektur Masjid perlahan-lahan mulai menyesuaikan bangunan masjid dengan arsitektur
modern.
Masjid pertama
Ketika
Nabi Muhammad saw tiba di Madinah, dia memutuskan untuk membangun sebuah masjid, yang
sekarang dikenal dengan nama Masjid
Nabawi, yang berarti Masjid Nabi. Masjid Nabawi terletak di pusat Madinah. Masjid
Nabawi dibangun di sebuah lapangan yang luas. Di Masjid Nabawi, juga terdapat
mimbar yang sering dipakai oleh Nabi Muhammad saw[1].
Masjid Nabawi menjadi jantung kota Madinah saat itu. Masjid ini digunakan untuk
kegiatan politik, perencanaan kota, menentukan strategi militer, dan untuk
mengadakan perjanjian. Bahkan, di area sekitar masjid digunakan sebagai tempat
tinggal sementara oleh orang-orang fakir miskin.
Saat
ini, Masjidil Haram, Masjid
Nabawi dan Masjid al-Aqsa adalah tiga masjid tersuci di dunia.
Masjid
pertama di Tiongkok berdiri pada abad ke 8 Masehi di Xi'an. Masjid Raya Xi'an, yang terakhir kali di
rekonstruksi pada abad ke 18 Masehi, mengikuti arsitektur Tiongkok. Masjid di
bagian barat Tiongkok
seperti di daerah Xinjiang, mengikuti arsitektur Arab, di mana di masjid
terdapat kubah dan menara. Sedangkan, di timur Tiongkok, seperti di daerah
Beijing, mengandung arsitektur Tiongkok.[1]
Masjid
mulai masuk di daerah India pada abad ke 16 semasa kerajaan Mugal berkuasa.
Masjid di India mempunyai karakteristik arsitektur masjid yang lain, seperti kubah
yang berbentuk seperti bawang. Kubah jenis ini dapat dilihat di Masjid Jama,
Delhi.
Masjid
pertama kali didirikan di Kesultanan Utsmaniyah pada abad ke 11 Masehi,
di mana pada saat itu orang-orang Turki mulai masuk agama Islam. Beberapa
masjid awal di Turki adalah Aya Sofya, di mana pada zaman Bizantium, bangunan Aya
Sofya merupakan sebuah katedral. Kesultanan Utsmaniyah memiliki karakteristik
arsitektur masjid yang unik, terdiri dari kubah yang besar, menara dan bagian
luar gedung yang lapang. Masjid di Kesultanan Usmaniyah biasanya
mengkolaborasikan tiang-tiang yang tinggi, jalur-jalur kecil di antara
shaf-shaf, dan langit-langit yang tinggi, juga dengan menggabungkan mihrab dalam satu
masjid.[2] Sampai saat ini, Turki merupakan
rumah dari masjid yang berciri khas arsitektur Utsmaniyah.
Secara
bertahap, masjid masuk ke beberapa bagian di Eropa. Perkembangan
jumlah masjid secara pesat mulai terlihat seabad yang lalu, ketika banyak imigran Muslim yang masuk
ke Eropa. Kota-kota besar di Eropa, seperti München, London dan Paris memilki masjid
yang besar dengan kubah dan menara. Masjid ini biasanya terletak di daerah
urban sebagai pusat komunitas dan kegiatan sosial untuk para muslim di daerah
tersebut. Walaupun begitu, seseorang dapat menemukan sebuah masjid di Eropa
apabila di sekitar daerah tersebut ditinggali oleh kaum Muslim dalam jumlah
yang cukup banyak.[3] Masjid pertama kali muncul di Amerika
Serikat pada awal abad ke 20. Masjid yang pertama didirikan di Amerika
Serikat adalah di daerah Cedar
Rapids, Iowa
yang dibangun pada kurun akhir 1920an. Bagaimanapun, semakin banyak imigran
Muslim yang datang ke Amerika Serikat, terutama dari Asia
Selatan, jumlah masjid di Amerika
Serikat bertambah secara drastis. Dimana jumlah masjid pada waktu 1950
sekitar 2% dari jumlah masjid di Amerika
Serikat, pada tahun 1980, 50% jumlah masjid di Amerika
Serikat didirikan.[4]
Menurut
sejarawan
Muslim, sebuah
kota yang ditaklukkan tanpa perlawanan dari penduduknya, maka pasukan Muslim
memperbolehkan penduduk untuk tetap mempergunakan gereja dan sinagog mereka.
Tapi, ada beberapa gereja dan sinagog yang beralih fungsi menjadi sebuah masjid
dengan persetujuan dari tokoh agama setempat. Misal pada perubahan fungsi
Masjid Umayyah, di mana khalifah Bani
Umayyah, Abdul Malik mengambil gereja Santo Yohannes pada tahun 705 dari
Umat Kristiani.
Kesultanan Utsmaniyah juga melakukan alih
fungsi terhadap beberapa gereja, biara dan kapel di Istanbul,
termasuk gereja terbesar Ayasofya yang diubah menjadi masjid, setelah kejatuhan kota Konstantinopel
pada tahun 1453 oleh Muhammad al-Fatih. Beberapa masjid lainnya juga
didirikan di daerah suci milik Yahudi dan Kristen, seperti di Yerusalem.[1] Penguasa Muslim di India juga membangun
masjid hanya untuk memenuhi tugas mereka di bidang agama.
Sebaliknya,
masjid juga dialih fungsikan menjadi tempat ibadah yang lain, seperti gereja. Hal ini
dilakukan oleh umat Kristiani di Spanyol yang mengubah fungsi masjid di selatan Spanyol menjadi katedral,
mengikuti keruntuhan kekuasaan Bani Umayyah di selatan
Spanyol.[2] Masjid Agung Kordoba sekarang
dialih fungsikan menjadi sebuah gereja. Beberapa masjid di kawasan Semenanjung Iberia, Eropa Selatan dan India juga dialih
fungsikan menjadi gereja atau pura setelah kekuasaan Islam tidak berkuasa lagi.
Fungsi keagamaan
Semua
muslim yang telah baligh atau dewasa harus menunaikan salat lima kali
sehari. Walaupun beberapa masjid hanya dibuka pada hari Jumat, tetapi masjid
yang lainnya menjadi tempat salat sehari-hari. Pada hari Jumat, semua muslim
laki-laki yang telah dewasa diharuskan pergi ke masjid untuk menunaikan salat
ke masjid, berdasarkan Surah Al-Jumu’ah ayat 9:
“
|
”
|
|
— Surah Al-Jumu’ah:9
|
Kegiatan bulan Ramadan
Masjid,
pada bulan Ramadan, mengakomodasi umat Muslim untuk beribadah pada bulan Ramadan.
Biasanya, masjid akan sangat ramai di minggu pertama Ramadan. Pada bulan
Ramadan, masjid-masjid biasanya menyelenggarakan acara pengajian yang amat
diminati oleh masyarakat. Tradisi lainnya adalah menyediakan iftar, atau
makanan buka puasa. Ada beberapa masjid yang juga menyediakan makanan untuk
sahur. Masjid-masjid biasanya mengundang kaum fakir miskin untuk datang
menikmati sahur atau iftar di masjid. Hal ini dilakukan sebagai amal shaleh
pada bulan Ramadan.
Pada
malam hari setelah salat Isya digelar, umat Muslim disunahkan untuk
melaksanakankan salat Tarawih berjamaah di masjid. Setelah salat Tarawih, ada
beberapa orang yang akan membacakan Al-Qur'an.[2]
Pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadan,
masjid-masjid besar akan menyelenggarakan I'tikaf, yaitu sunnah Nabi
Muhammad saw. untuk berdiam diri di Masjid ( mengkhususkan hari-hari
terakhir ramadan guna meningkatkan amal ibadah ) dan memperbanyak mengingat
Allah swt.
Amal
Rukun
ketiga dalam Rukun Islam adalah zakat. Setiap muslim
yang mampu wajib menzakati hartanya sebanyak 2.5% dari jumlah hartanya. Masjid,
sebagai pusat dari komunitas umat Islam, menjadi tempat penyaluran zakat bagi yatim piatu
dan fakir
miskin. Pada saat Idul Fitri, masjid menjadi tempat penyaluran zakat
fitrah dan membentuk panitia amil zakat.
Panitia
zakat, biasanya
di bentuk secara lokal oleh orang-orang atau para jemaah yang hidup di sekitar
lingkungan masjid. Begitu pula dalam pengelolaannya. Namun, untuk masjid-masjid
besar seperti di pusat kota, biasanya langsung ditangani oleh pemerintah
daerah setempat.
FUNGSI SOSIAL
Fungsi
utama masjid yang lainnya adalah sebagai tempat pendidikan.
Beberapa masjid, terutama masjid yang didanai oleh pemerintah, biasanya
menyediakan tempat belajar baik ilmu keislaman maupun ilmu umum. Sekolah ini
memiliki tingkatan dari dasar sampai menengah, walaupun ada beberapa sekolah
yang menyediakan tingkat tinggi. Beberapa masjid biasanya menyediakan
pendidikan paruh waktu, biasanya setelah subuh, maupun pada sore hari.
Pendidikan di masjid ditujukan untuk segala usia, dan mencakup seluruh
pelajaran, mulai dari keislaman sampai sains. Selain itu,
tujuan adanya pendidikan di masjid adalah untuk mendekatkan generasi muda
kepada masjid. Pelajaran membaca Qur'an dan bahasa
Arab sering sekali dijadikan pelajaran di beberapa negara berpenduduk
Muslim di daerah luar Arab, termasuk Indonesia.
Kelas-kelas untuk mualaf, atau orang yang baru masuk Islam juga
disediakan di masjid-masjid di Eropa dan Amerika
Serikat, di mana perkembangan agama Islam melaju dengan sangat pesat.[1] Beberapa masjid juga menyediakan pengajaran
tentang hukum Islam secara mendalam. Madrasah, walaupun letaknya agak berpisah
dari masjid, tapi tersedia bagi umat Islam untuk mempelajari ilmu keislaman.
Kegiatan dan pengumpulan dana
Masjid
juga menjadi tempat kegiatan untuk mengumpulkan dana. Masjid juga sering
mengadakan bazar,
di mana umat Islam dapat membeli alat-alat ibadah maupun buku-buku Islam. Masjid
juga menjadi tempat untuk akad nikah, seperti tempat ibadah agama lainnya.
Masjid
tanah liat di Djenné,
Mali, secara
tahunan mengadakan festival untuk merekonstruksi dan membenah ulang masjid.
Masjid dan politik
Di
penghujung abad ke-20, peranan masjid sebagai tempat berpolitik mulai
meningkat. Saat ini, partisipasi kepada masyarakat mulai menjadi agenda utama
masjid-masjid di daerah Barat. Karena melihat masyarakat sekitar adalah penting,
masjid-masjid digunakan sebagai tempat dialog dan diskusi damai antara umat
Islam dengan non-Muslim.
Pengaruh Saudi
Walaupun
Arab
Saudi telah berperan dalam membangun masjid sejak awal abad ke-20, tetapi
pada pertengahan abad ke-20, Arab Saudi menjadi negara yang paling banyak mendukung
atau mendonasikan pembangunan masjid di seluruh dunia.[1]
Pada awal 1980-an, pemerintah Arab Saudi, di bawah kepemimpinan Khaled dan Fahd mendonasikan
biaya untuk pembangunan masjid di beberapa bagian di dunia. Dana sebesar 45
miliar dolar telah dihabiskan untuk membangun masjid di seluruh dunia. Koran Ainul
Yaqin di Arab Saudi mencatat bahwa pemerintah Arab Saudi
telah membangun setidaknya 1500 masjid dan lebih dari 2000 pusat Islam di
seluruh dunia.[2] Di Amerika
Serikat dan Italia,
masjid dan pusat pendidikan Islam telah berdiri di California
dan Roma. Proyek
tersebut adalah investasi terbesar bagi pemerintah Arab Saudi.
Arsitektur
Bentuk
Bentuk
masjid telah diubah di beberapa bagian negara Islam di dunia. Gaya masjid
terkenal yang sering dipakai adalah bentuk masjid Abbasi, bentuk T, dan bentuk
kubah pusat di Anatolia.
Negara-negara yang kaya akan minyak biasanya membangun masjid yang megah dengan
biaya yang besar dan pembangunannya dipimpin oleh arsitek non-Muslim yang
dibantu oleh arsitek
Muslim.
Kesultanan Utsmaniyah kemudian memperkenalkan
bentuk masjid dengan kubah di tengah pada abad ke-15 dan memiliki kubah yang
besar, di mana kubah ini melingkupi sebagian besar area salat. Beberapa kubah
kecil juga ditambahkan di area luar tempat ibadah.[1]
Gaya ini sangat dipengaruhi oleh bangunan-bangunan dari Bizantium yang menggunakan kubah besar.
Masjid
gaya Iwan juga dikenal dengan bagian masjid yang dikubah. Gaya ini
diambil dari arsitektur Iran pra-Islam.
Menara
Bentuk
umum dari sebuah masjid adalah keberadaan menara. Menara asal katanya dari
bahasa Arab "nar" yang artinya "api"( api di atas
menara/lampu) yang terlihat dari kejauhan. Menara di masjid biasanya tinggi dan
berada di bagian pojok dari kompleks masjid. Menara masjid tertinggi di dunia
berada di Masjid Hassan II, Casablanca,
Maroko.
Masjid-masjid
pada zaman Nabi Muhammad tidak memiliki menara, dan hal ini mulai diterapkan
oleh pengikut ajaran Wahabiyyah, yang melarang pembangunan menara dan menganggap
menara tidak penting dalam kompleks masjid. Menara pertama kali dibangun di Basra pada tahun 665 sewaktu pemerintahan
khalifah Bani
Umayyah, Muawiyah I, yang mendukung pembangunan
menara masjid untuk menyaingi menara-menara lonceng pada gereja. Menara
bertujuan sebagai tempat muazin mengumandangkan azan.
Tempat
ibadah
Tempat
ibadah atau ruang salat, tidak diberikan meja, atau kursi, sehingga
memungkinkan para jamaah untuk mengisi shaf atau barisan-barisan yang
ada di dalam ruang salat. Bagian ruang salat biasanya diberi kaligrafi dari
potongan ayat Al-Qur'an untuk memperlihatkan keindahan agama Islam serta
Al-Qur'an. Ruang salat mengarah ke arah Ka'bah,
sebagai kiblat umat Islam. Di masjid
juga terdapat mihrab dan mimbar. Mihrab adalah tempat imam memimpin salat, sedangkan mimbar adalah
tempat khatib menyampaikan khutbah.
Tempat bersuci
Dalam
komplek masjid, di dekat ruang salat, tersedia ruang untuk menyucikan diri,
atau biasa disebut tempat wudhu. Di beberapa masjid kecil, kamar mandi
digunakan sebagai tempat untuk berwudhu. Sedangkan di masjid tradisional,
tempat wudhu biasanya sedikit terpisah dari bangunan masjid.
Fasilitas lain
Masjid
modern sebagai pusat kegiatan umat Islam, juga menyediakan fasilitas seperti klinik, perpustakaan,
dan tempat berolahraga.
Masjid
sebagai tempat beribadah kaum muslim, merupakan tempat suci. Oleh karena itu,
ada peraturan dan etiket
yang harus dipenuhi ketika berada di masjid.
Imam
Pemilihan
imam sebagai pemimpin salat sangat dianjurkan, meskipun bukan sebuah kewajiban.[1] Seorang imam haruslah seorang muslim yang
jujur, baik dan paham akan agama Islam.[1] Sebuah masjid
yang dibangun dan dirawat oleh pemerintah, akan dipimpin oleh Imam yang ditunjuk
oleh pemerintah.[1] Masjid yang tidak
dikelola pemerintah, akan memilih imam dengan sistem pemilihan dengan suara
terbanyak. Menurut Mazhab Hanafi, orang yang membangun masjid layak
disebut sebagai imam, walaupun konsep ini tidak diajarkan ke mazhab lainnya.[1]
Kepemimpinan
salat dibagi dalam tiga jenis, yakni imam untuk salat lima waktu, imam salat
Jumat dan imam salat lainnya (seperti salat khusuf atau jenazah). Semua ulama Islam berpendapat
bahwa jamaah laki-laki hanya dapat dipimpin oleh seorang imam laki-laki. Bila
semua jamaah adalah perempuan, maka baik laki-laki maupun perempuan dapat
menjadi imam, asalkan perempuan tidak menjadi imam bagi jamaah laki-laki.[1]
Kebersihan
Masjid
merupakan tempat yang suci,maka jamaah yang datang ke masjid harus dalam
keadaan yang suci pula. Sebelum masuk masjid, jamaah harus berwudhu di tempat
wudhu yang telah disediakan. Selain itu, jamaah tidak boleh masuk ke masjid
dengan menggunakan sepatu atau sandal yang tidak bersih. Jamaah sebisa mungkin
harus dalam keadaan rapi, bersih dan tidak dalam keadaan junub. Seorang jamaah
dianjurkan untuk bersiwak sebelum masuk ke masjid, untuk menghindari bau mulut.[1]
Pakaian
Agama
Islam menganjurkan untuk berpakaian rapi, sopan, dan bersih dalam
beribadah. Jamaah laki-laki dianjurkan memakai baju yang longgar dan bersih.
Jamaah perempuan diharuskan memakai jubah yang longgar atau memakai hijab. Baik
jamaah laki-laki maupun perempuan tidak boleh memakai pakaian yang
memperlihatkan aurat.
Kebanyakan umat Islam memakai baju khas Timur
Tengah seperti jubah atau hijab.
Masjid
sebagai tempat untuk beribadah tidak boleh diganggu ketenangannya. Pembicaraan
dengan suara yang keras disekitar masjid yang dapat mengganggu jamaah di masjid
dilarang. Selain itu, orang tidak boleh berjalan di depan jamaah yang sedang
salat.[2] Para jamaah
juga dianjurkan untuk memakai pakaian yang tidak bertulisan maupun berwarna
supaya menjaga kekhusyuan salat.
Pemisahan
antara lelaki dan perempuan di masjid sangat penting, agar tidak menimbulkan
syahwat. Posisi jamaah wanita di masjid adalah di belakang jamaah pria. Nabi
Muhammad saw dalam hadisnya: "Tempat ibadah terbaik bagi perempuan
adalah di rumah". Bahkan khalifah Umar
bin Khattab melarang wanita untuk salat di masjid.[3] Pada
beberapa masjid di Asia Tenggara dan Asia
Selatan, jamaah perempuan dipisahkan dengan sebuah hijab atau dibedakan
lantainya. Sedangkan di Masjidil Haram, jamaah perempuan dan anak-anak diberi tempat
khusus untuk beribadah.[4]
Non-muslim di masjid
Berdasarkan
pendapat kebanyakan ulama, penganut selain Islam diperbolehkan untuk masuk ke
masjid, selama mereka tidak makan atau tidur di dalamnya. Tapi, Mazhab
Maliki memiliki pendapat lain yang melarang penganut selain Islam untuk
masuk ke masjid dalam keadaan apapun.
Menurut
Imam
Hambali, penganut agama samawi, seperti Kristen
maupun Yahudi
masih diperbolehkan untuk masuk ke Masjidil
Haram. Tapi, khalifah Bani Umayyah, Umar II melarang non-muslim untuk masuk ke daerah Masjidil
Haram dan kemudian berlaku diseluruh penjuru Arab. Masjid-masjid di Maroko
yang menganut Mazhab Maliki melarang non-muslim untuk masuk ke masjid.[6] Di Amerika
Serikat, non-muslim diperbolehkan untuk masuk, sebagai sarana untuk
pembelajaran Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar